"Serangkap perkataan sudah cukup untuk mereka yang mahu mengambil iktibar, tetapi seribu perkataan tidak cukup bagi mereka yang keras hati"

(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)

Tuesday, 3 April 2012

KISAH ABU NAWAS MENJAWAB PERTANYAAN




Abu Nawas sebenarnya adalah seorang ulama yang alim. Tak begitu menghairankan jika Abu Nawas mempunyai murid yang bukan sedikit.

Diantara sekian banyak muridnya, ada satu orang yang hampir selalu menanyakan mengapa Abu Nawas mengatakan begini dan begitu. Suatu ketika ada tiga orang tamu bertanya kepada Abu Nawas dengan pertanyaan yang sama.

Orang  pertama mulai bertanya:

“Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa  besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?”


“Orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil.”jawab Abu Nawas.
“Mengapa ?” kata orang pertama.
“Sebab lebih mudah diampuni oleh Tuhan.” kata Abu Nawas.


Orang pertama puas kerana  ia memang yakin begitu.


Orang kedua bertanya dengan pertanyaan yang sama:

Jawab Abu Nawas, “Orang yang tidak mengerjakan keduanya”.
“Mengapa?” kata orang kedua.
“Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu tidak memerlukan pengampunan dari Tuhan”. kata Abu Nawas.
Orang kedua langsung dapat  mencerna dan memahami jawaban Abu Nawas tersebut.


Orang ketiga pun bertanya dengan pertanyaan yang sama seperti diatas.
 Abu Nawas lalu menjawab; “Orang yang mengerjakan dosa2 besar”.
“Mengapa?” kata orang ketiga.
“Sebab pengampunan Allah kepada hambaNya sebanding dengan besarnya dosa hamba itu”. jawab Abu Nawas.

Kerana  belum mengerti, seorang murid yang banyak tanya, bertanya kepada Abu Nawas.

“Mengapa dengan pertanyaan yang sama boleh  menghasilkan jawaban yang berbeda?”.


Maka jawab Abu Nawas:
“Manusia itu dibahagi tiga tingkatan. Tingkatan mata, tingkatan otak, dan tingkatan hati”, jawab Abu Nawas.

“Apakah tingkatan mata itu?” tanya murid Abu Nawas.
“Ia seperti anak kecil yang melihat bintang dilangit, ia mengatakan bintang itu kecil karena ia hanya menggunakan mata”.


“Apakah tingkatan otak?” tanya murid Abu Nawas.
“Ianya adalah orang pandai, yang melihat bintang, ia mengatakan bintang itu besar karena ia memiliki pengetahuan.” jawab Abu Nawas.


“Lalu apakah tingkatan hati itu?” tanya murid Abu Nawas.
“ Iaitu orang pandai dan mengerti yang melihat bintang di langit. Ia tetap mengatakan bintang itu kecil walaupun tahu bintang itu besar. Karena bagi orang yang mengerti tidak ada sesuatu apapun yang besar, melainkan dengan ke Maha Besaran Allah.”


Kini murid Abu Nawas mulai mengerti mengapa pertanyaan yang sama dapat  menghasilkan jawaban yang berbeda. Ia bertanya lagi.

“Wahai guru, mungkinkah manusia dapat  menipu Tuhan?”
“Mungkin?” jawab Abu Nawas.
“Bagaimana caranya?” tanya murid Abu Nawas ingin tahu.
“Dengan merayuNya melalui pujian dan doa.” kata Abu Nawas.
“Ajarkanlah doa itu padaku wahai guru.” pinta murid Abu Nawas.





Jawab Abu Nawas:
“Doa itu adalah:
Ilahi lastu lil firdausi ahla, wala aqwa ‘alan naril jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzanbil ‘azhimi.


Artinya :
“Wahai Tuhanku, aku ini tidak layak  menjadi penghuni syurga, tetapi aku tidak akan kuat terhadap panasnya api neraka. Oleh sebab itu terimalah taubatku serta ampunilah dosa-dosaku. Karena sesungguhnya Engkaulah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar.” 



sumber:  novri yanti
              Suci Sekeping Hati

No comments:

Post a Comment