"Serangkap perkataan sudah cukup untuk mereka yang mahu mengambil iktibar, tetapi seribu perkataan tidak cukup bagi mereka yang keras hati"

(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)

Sunday 27 January 2013

KISAH ANAK YANG HEBAT.....




Seorang imam masjid mengisahkan..

Ada seorang anak kecil yang umurnya belum mencpai 10 tahun. Dia selalu menunaikan shalat berjamaah di masjid, dan selalunya berusaha menempati shaf paling depan. Anak itu biasa menguatkan suara saat shalat, terutama tatkala saya selesai membaca al-fatihah, si anak membaca “aamiin” dengan suara sangat keras.

Suatu kali, saya ingin menasihati anak ini agar merubah kebiasaannya. Akan tetapi setiap kali saya selesai shalat dan berdzikir anak itu telah pergi, saya tidak sempat berbicara dengannya.


Hingga suatu kali, setelah
selesai shalat saya terus memegang tangan anak itu sebelum ia pergi. Lalu saya bertanya, “Nak, mengapa kamu sering bersuara kuat  sewaktu shalat?”
Anak itu menjawab : Rumah saya dekat dengan masjid, tapi ayah tidak pernah ke masjid sama sekali. Saya mengeraskan suara agar ayah mendengar suaraku melalui loudspeaker masjid. Dengan begitu ayah tahu bahwa saya shalat di masjid. Saya berharap ayah segera menyusul ke masjid setelah mendengar suara saya.

Imam tersebut melanjutkan ceritanya, “Betapa meremang bulu roma ku ketika mendengar jawaban anak ini. Maka saya bersepakat dengan sebagian jamaah untuk mengunjungi ayah dari anak tersebut untuk memberikan nasihat dan menceritakan apa yang dilakukan anaknya di masjid.

Hingga akhirnya si ayah akhirnya  tertib menjalankan shalat jamaah di masjid, Allahu akbar walillahilhamd

sumber:  zilzaal

Wednesday 16 January 2013

IBU YANG SEKUAT SERIBU LELAKI....


hasanalbanna.comDi sebuah masjid di perkampungan Mesir, suatu petang.
Seorang guru mengaji sedang mengajar murid-muridnya membaca Al-Qur’an. Mereka duduk melingkar dan berkelompok.

Tiba-tiba, masuk seorang anak kecil yang ingin bergabung di lingkaran mereka. Usianya kira-kira 9 tahun. Sebelum menempatkannya di kelompok, si guru ingin tahu kemampuannya. Dengan senyumnya yang lembut, ia bertanya pada anak yang baru masuk itu, “Adakah surah yang kamu hafal dalam Al-Qur’an?” “Ya”, jawab anak itu singkat.
“Kalau begitu, cuba bacakan salah satu surah dari Juz ‘Amma?” pinta siguru.

Anak itu lalu membacakan beberapa surah, fasih dan benar. Merasa anak tersebut punya kelebihan, guru itu bertanya lagi, “Apakah kamu juga hafal surat Tabaraka (Al-Mulk)?” “Ya”, jawabnya lagi, dan segera membacanya. Baik dan lancar. Guru itu pun kagum dengan kemampuan hafalan si anak, meski usianya terlihat lebih muda berbanding murid-muridnya yang ada.

Dia pun cuba bertanya lebih jauh, “Kamu hafal surat An-Nahl?” Ternyata anak itu pun menghafalnya dengan sangat lancar, sehingga kekagumannya semakin bertambah. Lalu dia pun mengujinya dengan surat-surat yang lebih panjang, “Apa kamu hafal surat Al-Baqarah?” anak itu kembali mengiyakan dan langsung membacanya tanpa sedikit pun kesalahan. Semakin kagum , dan ia ingin menutup rasa kagum  itu dengan pertanyaan terakhir, “Anakku, apakah kamu hapal Al-Qur’an?” “Ya”, tuturnya bersahaja.

Mendengar jawaban itu, terus  ia mengucap, “Subhanallah wa masyaallah, tabarakkallah.“




Di saat menjelang
maghrib sebelum guru tersebut membubarkan anak-anak mengajinya, secara khusus ia berpesan kepada murid barunya, “Besok, kalau kamu datang kembali ke masjid ini, tolong ajak juga orang tuamu. Aku ingin berkenalan dengannya.”

Esok harinya, anak itu kembali datang ke masjid. Kali ini ia bersama ayahnya, seperti pesan si guru ngaji kepadanya. Melihat ayah dari anak tersebut, si guru bertambah rasa ingin tahu  kerana sosoknya yang sama sekali tidak memberi kesan alim, terhormat dan pandai.

Belum sempat dia bertanya, ayah si anak sudah menyapa kehairanannya terlebih dahulu, “Aku tahu, mungkin ustazah  tidak percaya bahwa aku ini adalah ayah anak ini. Tapi rasa hairan ustazah  akan aku jawab, bahwa di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki. Aku katakan pada puan  bahwa di rumah, aku masih punya tiga anak lagi yang semuanya hafal Al-Qur’an. Anak perempuanku yang terkecil berusia 4 tahun, dan sekarang sudah hafal juz ‘Amma.”

“Bagaimana ibunya mampu  melakukan itu?” tanya si guru tanpa dapat  menyembunyikan kekagumannya.

“Ibu mereka, ketika anak-anak itu sudah mulai pandai bercakap , ia mulai pula membimbingnya menghafal Al-Qur’an, dan selalu memotivasi mereka melakukan itu. Tak pernah berhenti, dan tak pernah bosan. Dia selalu katakan pada mereka, “Siapa yang hafal lebih dulu, dialah yang menentukan menu makan malam kita malam ini,” “Siapa yang paling cepat mengulangi hafalannya, dialah yang berhak memilih kemana kita berjalan minggu depan,” dan “Siapa yang paling dulu mengkhatamkan hafalannya, dialah yang menentukan kemana kita jalan-jalan pada percutian  nanti.”

Itulah yang selalu dilakukan ibunya, sehingga terciptalah semangat bersaing dan berlumba di antara mereka untuk memperbanyak dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an mereka,” jelas si ayah memuji isterinya.

Sebuah keluarga biasa, yang melahirkan anak-anak yang luar biasa, kerana energi seorang ibu yang luar biasa.

Setiap kita, dan semua orang tua tentu bercita-cita anak-anaknya menjadi generasi yang shalih, cerdas dan membanggakan. Tetapi, tentu saja hal itu tidaklah mudah. Apalagi membentuk anak-anak itu mencintai dan menghafal Al-Qur’an. Perlukan  perjuangan. Perlu kekuatan. Mesti tekun dan bersabar melawan rasa letih dan susah, tanpa kenal batas. Maka wajar jika si ayah mengatakan, “Di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki.”

Ya, perempuan yang telah melahirkan anak itu memang begitu kuat dan perkasa. Sebab membuat permulaan yang baik untuk kehidupan anak-anak, sekali lagi tidak mudah. Hanya orang-orang yang punya kemauan dan motivasi yang mampu melakukannya. Dan tentu saja modal pertamanya adalah keshalihan diri. Tidak ada yang lain.


sumber: zilzaal

Monday 14 January 2013

ROKET BASHAR MEMBUNUH KELUARGAKU....


321063_10152535308895727_1346029289_n

Namaku Tasnim
’Adnan Jum’ah dari kampung Mu’adhamiyah ,Syam di pinggiran Damascus. Umurku enam tahun. Aku tak dapat ke sekolah kerana rejim mengebom sekolahku.

Keinginanku cuma satu: Hidup tanpa bahaya apa pun bersama Mama, Papa, kakak-kakak perempuanku, abangku Mahmud. Aku sendiri anak ke lapan. Mahmud satu tahun lebih tua dariku. Aku mencintai  semua kakak-kakak perempuanku. Mainanku banyak di rumah.

Pada hari Rabu 2 Januari 2013 lalu, Mama masak makanan enak dan kami makan  dekat pemanas rumah. Sambil makan, aku main dengan Mahmud. Tiba-tiba roket dari MiG jatuh ke rumah kami. Itulah hal terakhir yang aku ingat.

Sekarang semua sudah tidak ada. Mamaku, Aminah Jum’ah, Papaku ‘Adnan Jum’ah, kakak sulungku Du’a, saudara-saudara perempuanku yang lain Habah, Bayan, Rawn, Hanan, Hanin dan abangku tercinta Mahmud, juga sudah pergi.

Aku tinggal bersama kakak perempuanku yang sudah menikah dan ada dua anak, Hamzah dan ‘Umar yang comel. Suami kakakku itu syahid saat berusaha menyelamatkan Mama dan Papa dari balik reruntuhan rumah.

Sekarang ada masih di hospital untuk menjalani pengubatan kerana luka terbakar akibat roket itu.

Aku cuma ingin tersenyum. Kerana aku lebih kuat daripada kalian wahai Syabiha (kakitangan Basyar al-Assad) di pesawat-pesawat kalian.

Aku ingin tersenyum agar Mama di syurga melihatku dan tidak khuatir. Mereka tentu kini semua sudah berada di syurga. Semua dapat melihat aku dan mereka semua bahagia.

Tapi aku sangat rindu kepada mereka. (Sahabat Syria)


sumber: zilzaal

Friday 4 January 2013

KISAH ISTIGHFAR YANG AJAIB....




Seseorang menceritakan kisahnya, ...

“Di suatu hari aku  pulang ke rumah dalam keadaan letih dan penuh beban. Aku membuka pintu ketika tiba-tiba isteriku menunggu penuh tanda marah dan emosi. Dia langsung membebeliku dengan berbagai pertanyaan. Aku tidak dapat  menguasai diri, lalu menghadapinya dengan emosi dan marah yang sama.

Malam sudah larut, sementara debat dan marah terus berlanjut sampai menjelang Subuh. Akhirnya, isteriku mengambil inisiatif untuk meninggalkan rumah dan pergi ke rumah orang tuanya. Saya berusaha membatalkan tekadnya tapi tidak berhasil, dia masuk kebilik  lalu  mempersiapkan tasnya untuk bergegas pergi. Saya meninggalkannya dan keluar dari rumah tanpa tahu kemana harus pergi, saya sangat emosional dan marah.

Berdekatan rumahku terdapat sebuah masjid dan adzan sebentar lagi dikumandangkan. Saya masuk masjid, berwudhu, dan shalat dua rakaat. Tak lama kemudian adzan Shubuh dikumandangkan, saya pun shalat Shubuh berjamaah. Saya diam di masjid, beristighfar kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan keadaan itu terus berlangsung lebih kurang  satu jam. Lalu saya bangkit pulang ke rumah dan membuka pintu ketika tiba-tiba isteriku duduk menungguku dengan senyum.

Saya mengucapkan salam dan bertanya,
‘Kamu masih berkeras hati ingin pergi?’ Dia berkata, ‘Tidak, saya menyesal atas apa yang telah saya perbuat.’
Saya bergumam, ‘Ini aneh, apa yang telah terjadi?’ Kemudian saya bertanya tentang rahsia di balik perubahan ini.

Dia menjelaskan,
‘Demi Allah, saya tidak tahu… akan tetapi semenjak satu jam yang lalu jiwa saya menjadi tenang, dan saya sedar kalau saya salah lalu Allah menunjukiku.’

Saya teringat waktu itu adalah bertepatan dengan waktu saya duduk beristighfar kepada Allah. Lalu saya ingat sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam,

“Barangsiapa
memperbanyak istighfar niscaya Allah membuatkannya dari setiap kesusahan ada jalan keluar dan dari setiap kesempitan ada penyelesaian serta diberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.’

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam benar,

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)

Subhanallah…….

Semoga dapat memberi sedikit pedoman  bagi sahabat2 yang mungkin mengalami krisis rumahtangga.....bahawa Allah sentiasa membuka jalan penyelesaian atas tiap-tiap satu masalah.


sumber:  zilzaal