"Serangkap perkataan sudah cukup untuk mereka yang mahu mengambil iktibar, tetapi seribu perkataan tidak cukup bagi mereka yang keras hati"

(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)

Saturday 27 October 2012

KORBAN SEORANG KULI CUCI...





Kisah ini terjadi pada ± tahun 1995, sudah cukup lama memang, namun setiap ingin memasuki I’dul Adha saya selalu teringat dengan kejadian yang pernah saya alami ini, dan sampai saat ini saya tidak pernah melupakannya.

Awalnya saat saya sedang menjajakan dagangan bersama teman (kami berempat waktu itu). Kami mengeluh kerana sudah 3 hari kami berdagang baru 6 ekor yang terjual, tidak seperti tahun sebelumnya, biasanya sudah puluhan ekor laku terjual dan hari raya sudah didepan mata (tinggal 2 hari lagi). Kami cukup gelisah waktu itu.

Ketika sedang berbincang salah seorang teman mengajak saya untuk sholat ashar dan saya pun bersama teman saya berangkat menuju masjid yang kebetulan dekat dengan tempat kami berjualan.

Setelah selesai sholat, seperti
biasa saya melakukan zikir dan doa. Untuk saat ini doa saya fokuskan untuk dagangan saya agar Allah memberikan kemudahan semoga kiranya dagangan saya laku/ habis terjual.

Setelah selesai saya dan teman kembali bergegas untuk kembali ke tempat kami jualan, dari kejauhan kami melihat ditempat kami berjualan banyak sekali orang disana dan terlihat teman kami yang berada disana kesibukan demi melayani calon pembeli. Akhirnya saya dan teman saya berlari untuk cepat membantu melayani teman kami. Alhamdulillah pada saat itu sudah ada yang membeli beberapa ekor kambing. “Terima kasih Ya Robb, Engkau telah mendengar dan menjawab doa kami”,
Syukur saya dalam hati.

Namun setelah semuanya dilayani dan keadaan kembali normal, saya melihat
seorang ibu  sedang memperhatikan dagangan kami, seingat saya ibu ini sudah lama berada disitu, pada saat kami sedang sibuk ibu ini sudah ada namun hanya memperhatikan kami bertransaksi. Saya tegur teman saya “Ibu itu mau beli ya ? dari tadi melihat  dagangan saja, memang mahu tawar-menawar ya ?, sepertinya dari tadi udah ada disitu. Atau  cuma lihat-lihat aja, mungkin lagi nunggu bas kali."
Jawab teman singkat.

Memang kalau dilihat dari pakaiannya sepertinya tidak  akan beli  (mohon maaf.. ibu itu berpakaian lusuh sambil menjinjing  payung lipat ditangan kanannya) kalau dilihat dari penampilannya tidak mungkin ibu itu ingin berqurban.

Namun saya cuba hampiri ibu itu dan cuba menawarkan. “Silakan bu dipilih haiwannya, ada niat untuk qurban ya bu ?."
Tanpa menjawab pertanyaan saya, ibu itu langsung menunjuk, “Kalau yang itu berapa nak ?” Ibu itu menunjuk haiwan yang paling murah dari haiwan yang lainnya. Kalau yang itu harganya RM 450,- bu," jawab saya."Boleh kurang  berapa nak?", "Tak usah tawar lagi ya bu... RM 400 ya  kalau ibu mau."

Fikir saya memang dari harga begitu keuntungan saya kecil, tapi biarlah khusus untuk ibu ini. “Wang ibu  cuma ada RM 390, boleh tak”.

Waduh... saya bingung, kerana itu harga modal kami, akhirnya saya berbincang  dengan teman yang lain. “Biarlah mungkin ini jalan
pembuka untuk dagangan kita, lagi pula kalau dilihat dari penampilannya sepertinya bukan orang mampu, kasihan, hitung-hitung kita membantu niat ibu itu untuk berqurban”.

Sepakat kami berempat. “Tapi bawa sendiri ya.. ?” akhirnya si
ibu tadi bersedia, tapi dia minta dihantar oleh saya dan tambang  kenderaannya dia yang bayar dirumah. Setelah saya diberi  alamat rumahnya si ibu itu lalu  pulang dengan jalan kaki. Saya pun berangkat.

Ketika sampai di rumah ibu tersebut. Subhanallaah..... Astaghfirullaah.....
Alaahu Akbar, terkejut  saya, terasa menggigil seluruh badan saya demi melihat keadaan rumah ibu tersebut.
Ibu itu hanya tinggal bertiga dengan orang tuanya (ibunya) dan satu orang anaknya.
Di rumah gubuk dengan berlantai tanah dan jendela dari kawat. Saya tidak
melihat tempat tidur/ kasur, yang ada hanya pangkin  kayu beralas tikar lusuh.
Diatas pangkin  sedang tidur seorang perempuan tua kurus yang sepertinya dalam
kondisi sakit. “Mak ... bangun mak, ni lihat Sumi bawa apa” (oh ternyata ibu
ini namanya Sumi), perempuan tua itu terbangun dan berjalan keluar. “Ini ibu saya bang” ,ibu itu mengenalkan orang tuanya kepada saya. Mak Sumi sudah belikan kambing buat emak qurban,  kita bawa ke Masjid ya mak. Orang tua itu kaget namun dari wajahnya terlihat senang dan bahagia, sambil mengelus-elus kambing itu,
orang tua itu berucap, Alaahu Akbar, Alhamdulillaah, akhirnya kesampaian juga hajat emak ingin berqorban.
.
“Ni anak  duitnya, maaf ya kalau saya nawarnya telalu murah, saya hanya kuli cuci, saya sengaja kumpulkan wang untuk beli kambing yang mau saya niatkan buat qurban ibu saya.
Aduh Tuhanku....... Ampuni dosa hamba, hamba malu berhadapan dengan hambaMU yang satu ini. HambaMU yang
Miskin harta tapi dia kaya Iman.

Seperti bergetar bumi ini setelah mendengar niat dari ibu ini. Rasanya saya sudah tidak sanggup lagi berlama-lama berada disitu. Saya langsung mohon diri  meninggalkan kebahagiaan penuh keimanan mereka bertiga.
“Anak,  ini wang  kenderaannya.!, panggil si Ibu, “sudah bu cukup, biar wang lori
saya yang bayar. Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah
basah, kerana tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan
saya dengan hambaNYA yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin
memuliakan orang tuanya.

sumber:  zilzaal
Diposkan oleh Muhammad Ismail 

Monday 22 October 2012

SEDEKAH DAN PENYAKIT...





Syaikh Sulaiman Al-Mufarraj mengatakan bahwa kisah ini diceritakan oleh pelakunya sendiri, orang itu berkata kepada Syaikh, “Anakku mengeluhkan penyakit demam dan panas, serta ia tak mau makan. Aku pun pergi bersamanya ke beberapa klinik pengubatan, namun panasnya tak kunjung turun dan keadaannya semakin buruk.

Aku masuk ke dalam rumah disertai perasaan gelisah, tidak tahu apa yang harus aku perbuat. Isteriku berkata kepadaku, “Hendaklah kita bersedekah untuknya.” Aku pun segera menghubungi melalui  telefon seseorang yang memiliki jalinan hubungan dengan orang-orang miskin, aku berkata kepadanya, “Aku berharap anda mau shalat ‘Ashar di masjid, dan mau mengambil dari tempatku 20 kampit  beras dan 20 kotak ayam, lalu hendaklah anda membagikannya kepada orang-orang yang memerlukan.”

Aku bersumpah demi Allah, tidak sampai lima minit sesudah aku menutup gagang telefon, tiba-tiba anakku telah berlari-lari, bermain-main, berlompatan di atas sofa, dan makan-makan hingga kenyang, serta ia telah sembuh total berkat kurniaan Allah dan selanjutnya berkat keutamaan sedekah. Dan, aku berpesan kepada orang banyak agar memberikan perhatian kepada sedekah, saat terkena berbagai penyakit.”[Min ‘Ajaibish Shadaqah, hal. 56.]

Sumber : Buku “Berubat Dengan Sedekah”, karya Muhammad Albani, Penerbit Insan Kamil, Solo, Cet. X, Juni 2009
Diposkan oleh Muhammad Ismail

Friday 19 October 2012

PEMUDA YANG 'MENCURI' TABUNG MASJID...




Suatu tengah malam, kecoh di masjid bandar. Seorang pemuda ditangkap kerana disyaki cuba mencuri duit tabung masjid. Lalu terjadilah soal-siasat antara JKKK masjid dengan suspect.

JKKK: "Mengaku je lah. Tak payah nak menipu la. Tipu dosa masuk neraka."

Pemuda: "Qulil Haq Walau Kaana Murra - Berkatalah benar walau pahit sekalipun. Saya tidak menipu. Saya tak bersalah. Saya tak curi duit tabung."

JKKK: "Tak curi apanya, ni apa kebenda ni RM5000 dalam poket kau ni? Aku lempang jugak budak ni karang!"

Pemuda: "....Waiyya-yaa Farhabuun." (Surah al-Baqarah ayat 40) - kepada Akulah sahaja hendaklah kamu merasa gerun takut, (bukan kepada sesuatu yang lain). Lempanglah. Bawalah saya ke balai polis sekalipun.Saya tidak gerun. Tapi, saya sedikit pun tidak akan mengaku bersalah mencuri."

JKKK melempang pemuda tersebut di kaki lima masjid. Tersungkur pemuda tersebut. Hilang sabar juga JKKK.

JKKK: "Cilake betul budak ni! Main dalil Quran pulak! Aku nampak kau panjat pagar masuk dengan mata kepala aku sendiri! Aku nampak sendiri ko cari tabung masjid!"

Pemuda: "Saya panjat ada alasannya."

JKKK sudah berada di kemuncak kemarahannya kerana pemuda tersebut berani menjawab.

JKKK
: "Dasar kaki pil kuda! Pil khayal! Ha!! Kang Ni Makan Dia!" (sambil menghayunkan terajang ke perut pemuda)

Bilal: "Berhenti!!"

JKKK: "Apahal?! Budak ni curi duit masjid ni!"

Bilal: "Sabar! Ana nampak kesemuanya. Kebetulan ana ada di belakang tiang masjid.Lepaskan dia. Itu bukan duit masjid."

JKKK: "Apa?!"

Bilal: "Duit masjid awal-awal lagi setelah Isyak tadi diserahkan pada Bendahari masjid setelah dikosongkan tabung² masjid.Ana nampak pemuda ini cuba memasukkan wang RM5000 itu ke dalam tabung masjid. Tapi akhirnya ditangkap anta."

JKKK: "Dia panjat pagar masjid kot! Kaki pil ni!"

Bilal: "Jelaskan kenapa kamu panjat pagar masjid?"

Pemuda: "Saya panjat pagar masjid sebab masjid kunci sebaik sahaja selesai solat Isyak.

Sedangkan masjid itu rumah Allah terbuka 24 jam sepatutnya. Tetapi sedih sekali masjid hanya dibuka siang hari dan ditutup pada malam hari. Alasannya takut kecurian. Lalu, terpaksa saya panjat pagar tanpa ada pilihan lagi."

Bilal
: "Mengapa kamu tidak masukkan duit ketika masjid buka?"

Pemuda: "Ramai orang pada waktu masjid dibuka.
Sedangkan ustaz saya menyebut, mengikut hadis....sedekah yang terbaik adalah - "Seorang yang memberi sedekah secara bersembunyi sehingga tangan kirinya tidak tahu sedekah yang diberikan oleh tangan kanannya". Jika orang nampak saya masukkan duit dalam tabung masjid, saya bimbang pahala sedekah saya kurang. Saya bimbang saya jadi riak. Saya bimbang sedekah saya jadi sia-sia."

Bilal:
"Dari mana duit sebanyak itu?"

Pemuda
: "Ini dari simpanan saya sendiri selama setahun."

JKKK
: "Baik, kali ni kami lepaskan. Pergilah bersedekah."

Pemuda
: "Maaf, kamu berdua sudah tahu saya niat saya. Saya dah tak boleh bersedekah di sini.

Biarlah saya pergi ke masjid lain. Terpaksa beritahu ini pun seperti riak. Astaghfirullahaladzim...Moga Allah bantu ikhlaskan hati ini kembali. Aamiiin"

Pemuda tersebut meminta diri dan meminta maaf panjat pagar masjid.

JKKK termenung memikirkan kejadian malam tu.
Bilal masuk tidur.



cerita original: Syabab Musafir Kasih
                         via Bus Man

Wednesday 17 October 2012

SEDEKAH DENGAN WANG TERAKHIR...



Cerita ini dialami oleh guru agama saya. Saya ingat betul dia menceritakan kisah ini saat dia mengajar mata pelajaran agama Islam di kelas saya (SMA) sekitar tahun 1992. Cerita ini tidak pernah saya lupakan kerana inilah cerita pertama yang saya dengar tentang balasan sebenar  sebuah sedekah.

Guru agama saya sewaktu masih kuliah, hidupnya sangat cukup-cukup sahaja  . Untuk makan harus dicukup-cukupkan agar dia dapat  membayar yuran  kuliah dan tempat tinggal. Maklum, orang tuanya di kampung adalah keluarga yang sederhana.

Kerana tekad yang kuatlah guru agama saya berani meneruskan kuliah agar dia dapat  menjadi seorang sarjana agama Islam waktu itu. Modal utama dia hanyalah keyakinan bahwa Allah pasti akan menolong umatnya yang memang berniat ingin berjuang di jalan Islam. Memang benar, keyakinan itu terjawab. Banyak sekali rezeki dari mengajar ngaji di rumah2 yang dia dapatkan selama kuliah. Bayaran yang dia terima besar kerana rata-rata yang mengharap tenaganya  adalah orang-orang kaya.



Suatu ketika, guru saya kehabisan wang. Di saku seluarnya hanya tersisa wang untuk sekali makan dan naik kendaraan ke salah satu rumah muridnya. Hari itu adalah jadual mengajar di salah satu anak seorang pegawai  dan biasanya tarikh  itu waktunya orang tuanya memberi  envelop  untuk kerja  mengajar dia. Setibanya di rumah muridnya, dia hanya ditemui pembantu pegawai itu  yang mengatakan semua keluarga itu  ke luar kota kerana ada sesuatu yang sangat penting.

Dengan lemas, guru saya pulang dengan jalan kaki. Kerana jika dia naik kenderaan, bererti dia tidak makan nanti petangnya, kerana wang yang ada di saku cuma cukup untuk sekali makan. Saat berjalan pulang, dia bertemu dengan nenek tua yang kelaparan. Dia kasihan. Dengan mengucap bismillah dia memberikan wang terakhirnya untuk nenek tersebut. Dia berkeyakinan, Allah pasti akan menolong dia saat dia lapar nanti, kerana saat ini yang paling memerlukan adalah nenek tua tersebut.

Rupanya harapan guru saya langsung dikabulkan Allah. Baru beberapa langkah, dia menemukan wang di pinggir jalan yang cukup untuk dia makan selama satu bulan. Beberapa hari kemudian, pegawai tadi menitip khabar pada kawannya untuk segera ke rumah mengambil honor mengajar ngaji. Pegawai tadi memberikan 3 kali ganda  honor ngaji guru saya kerana dia baru mendapatkan rezeki. Bukan hanya itu,pegawai itu juga memberi referensi untuk mengajar ngaji di tempat temannya yang lain.

Dengan berlinang air mata, guru saya berucap itulah balasan sedekah yang diberikan oleh Allah pada umatnya yang benar-benar ikhlas. Dia mengingatkan pada kami sekelas untuk senantiasa bersedekah, kerana bleh membersihkan harta dan selalu dekat denganNya. Hikmah dari kejadian ini adalah, dengan keiklasan dan keyakinan akan pertolonganNya, serta doa yang tiada henti, pasti rzeki akan mengalir seperti air dalam kehidupan kita.

sumber: Muhammad Ismail: zilzaal

Thursday 11 October 2012

Keinsafan Dari Sebuah Pertanyaan.....




Pernah suatu ketika,  saat sedang menuju rumah seorang datuk untuk suatu  keperluan, aku  menemukan sebuah pelajaran berharga.

Sebelum aku  masuk, seorang anak kecil tampak baru pulang mengaji masuk ke rumah yang sama. Di sana terdapat seorang datuk
sedang menatap kosong langit biru sambil duduk diatas kerusi tua kesayangannya.
Si anak kecil menyapa, lalu bertanya “Tok, saya mau tanya nih. Pak ustadz beri  tugas untuk dibuat  di rumah, iaitu menulis 15 huruf ikhfa’. Hurufnya apa aja , Tok?”

Si datuk kaget dengan pertanyaan cucunya, membisu seribu bahasa.


“Ayo jawab tok.” si Cucu mendesak.

“Tok  tak tahu, Cu.” jawab datuk  melemas.

“Masakan tak tau ....” Si Cucu tak yakin dengan pernyataan datuk.

“Benar, Cucuku. Tok tak  tahu, dah lupa.” jawab datuk  dengan retorikanya.

“Tok!   Sebenarnya  waktu masih muda
tok kemana aja? Takkan huruf ikhfa aja tak tau.” Si Cucu kesal sambil berlari ke dalam rumah.

Langkahku terhenti  menyaksikan adegan dialog tersebut, sambil terdiam dan mengamati apa yang terjadi berikutnya. Lalu si datuk terlihat menutup wajah tuanya dengan dua telapak tangannya yang coklat dan nampak garis kerepotnya.

Kemudian aku masuk dan menyapa datuk  dengan salam. Beliaupun menyahut, menyapa dan mempersilahkanku masuk. Kulihat matanya memerah dan dengan lelehan air mata.

“Kenapa, tok?” tanyaku.

“Ah, tak  ada apa-apa,” jawabnya sambil menenangkan diri.

“Gara-gara pertanyaan Cucunya sebentar tad ya?” tanyaku kembali.

Si datuk  kaget sambil melihat wajahku.

“Benar kan?” kuyakinkan.

“Benar.”

“Apa yang salah dengan pertanyaannya?” Rasa ingintahuku semakin menguat.

Apakah pertanyaan sederhana itu begitu menyayat hati?

Lalu datuk  menjawab, “Wahai anak muda, jangan kau sia-siakan masa mudamu. Kerana usia muda itu hanya kau alami sekali dalam hidupmu. Benar aku menangis karena Cucuku, tetapi bukan itu yang membuat air mata ini mengalir. Hatiku berkata, Ya Allah, pertanyaan Cucuku saja tak dapat  aku jawab, apalagi saat aku ditanya oleh malaikat saat di alam barzakh (kubur).”

Datuk  melanjutkan, “Usiaku kini 75 tahun. Tetapi usia yang tua ternyata tak mampu menjawab pertanyaan seorang anak  hingusan. Seakan akan hidup baru 3-5 tahun saja di dunia.”

Saya pun ikut menangis, melihat dan mendengar jawaban datuk  menyesali hidupnya.

Wahai Saudara-Saudariku,
gunakan masa muda sebelum datang masa tua, kerana catatan besar selalu hadir pada usia muda. Sejarah kepahlawanan itu terukir di usia muda. Kematangan tua itu dipupuk pada usia muda. Ilmu dan pengalaman itu dikumpulkan di usia muda. Kegagahan dan kejayaan itu terjadi diusia muda. Kekuatan dan keberanian itu menyatu dengan ghairahnya anak muda. Cerita indah itu dibangun diusia muda. Penaklukan peradaban itu di lakukan oleh para pemuda. Mimpi-mimpi besar itu berawal dari usia muda.

Wahai jiwa yang mendambakan kemuliaan di usia muda, lakukanlah karya hebat diusia mudamu, kerana ia adalah momentum emas. Sebaik-baiknya karya adalah yang hal yang mendatangkan keridhoan Allah, menghadirkan senyuman Rasulullah, menjadi kebanggaan orang tua, keluarga, suami, isteri, anak-anak dan tetangga serta kemaslahatan bagi manusia.....


sumber:  zilzaal
(dengan alih-bahasa)

Friday 5 October 2012

Selepas Berhijab.....


 

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... "Ya Allah, akhirnya dengan hijab ini aku dapat merasakan lazatnya nikmat iman."

Diakui atau tidak, baik atau buruknya perilaku seseorang itu, juga tergantung dengan siapa ia bergaul. Ketika sahabatnya adalah orang-orang yang memiliki akhlakul karimah (akhlak yang mulia), maka, secara tidak langsung ia telah ikut merasakan langkah sahabat-sahabatnya yang mulia.


Begitu pula sebaliknya, ketika yang mejadi teman gaul itu adalah sekelompok orang yang jauh dari cahaya Allah, kita pun akan mengikuti mereka sedikit demi sedikit. Sebab itu, kita perlu awasi  diri dengan siapa kita bersahabat, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.




Mungkin, kerana kegopohanku saya dalam memilih teman itulah, yang telah menjerumuskanku ke jalan yang sangat jauh dari nilai-nilai Islam.


Dua puluh tahun lalu, tahun 90-an, menyanyi-di-jalanan di kampus-kampus, terminal-terminal, telah menjadi pilihan gaya hidupku. Padahal, di lain pihak, orangtuaku termasuk orang yang berada (berkecukupan), untuk membiayai kuliah, kos dan duit poket ku.


Bahkan, beliau termasuk pengurus salah satu organisasi Masyarakat Islam terbesar di Indonesia, yang mana, kerja-kerja  dakwahnya cukup tinggi. Namun, sekali lagi, kerana salah pergaulan, justru jalan setan inilah yang menjadi ikutanku, sebelum akhirnya hidayah menyapa  ke dalam sanubari.


Pengalaman buruk itu bermula dari aku menjadi mahasiswi di sebuah universiti di Malang. Aku sendiri lahir dari Sidoarjo. Kerana jauhnya lokasi rumah dan kampus, maka saya lebih memilih untuk menyewa  di lokasi yang tidak jauh dari kampus.


Terus terang, sebenarnya aku menjalani proses perkuliahan itu dengan setengah hati. Tidak ada keseriusan di dalamnya. Oleh kerananya, untuk mencari hiburan, aku mendaftarkan diri untuk masuk group theater. Di sini, meskipun tidak sering, kami kadang-kadang diundang untuk mengisi beberapa acara.


Seiring dengan terus berjalannya waktu, tumbuh keinginan untuk mengikuti profesi beberapa temanku, iaitu menyanyi-jalanan. Bedanya, kalau mereka menyanyi untuk memenuhi biaya hidup, sedangkan aku, menjalaninya hanya untuk mencari kepuasan dan kesenangan diri semata.


Gayung bersambut, ternyata teman-temanku itu sangat responsif terhadap keinginanku tersebut. Sejak itulah, karier sebagai penyanyi jalanan di mulai.


Kampus-kampus terbesar di Malang seperti; IAIN (yang kini berubah menjadi UIN), IKIP, UNIBRAW, adalah diantara target kami. Namun, tidak jarang juga kami melebarkan sayap jangkauan kami, ke daerah Batu, kerana memang di sini tempat para pelancong  luar negeri, yang mana jika mereka memberi, relatif lebih besar dari pada orang-orang pribumi.


Dari hari ke hari, aku benar-benar dimabuk cinta oleh aktiviti baruku ini.Boleh dikatakan  saat itu aku sudah 'gila', 'gila' menyanyi.


Bayangkan, meskipun statusku sebagai mahasiswi, namun, aktiviti  dalam menyanyi , dan jauhnya jangkauan yang harus ditempuh, boleh dikatakan , mengalahkan , mereka yang memang berprofesion sebagai penyanyi sebenar
, sekalipun mereka itu lelaki . Aku dan beberapa teman tidak lagi menyanyi  di kampus-kampus, namun juga sudah menuju terminal-terminal.

Di Tangkap Polis


Pernah pada suatu hari, ketika sedang asik melantunkan sebuah lagu di terminal Arjosari, Malang, kami ditangkap  oleh polis Kerana kepandaian  kami bertikam  lidah, akhirnya, kami dilepaskan, "Pak, kami ini para mahasiswi yang sedang membuat  praktikal , yang meneliti tentang kehidupan para penyanyi ," jelas kami waktu itu yang langsung dipercayai.


Tapi pengalaman itu rupanya tak pernah menyurutkan ku menghentikan kebiasaan gila ini.


Tak puas hanya beroperasi  di daerah Malang saja, akhirnya kami beranikan diri untuk memperluas daerah jangkauan. Tidak tanggung-tanggung, daerah yang kami tuju adalah Lumajang, bahkan, kerana amat  kuatnya tekad untuk menyanyi , kami berani menyanyi   hingga ke Madura, Banyuwangi, bahkan Bali sekali pun. (Astaghfirullaha 'Adziim, semoga Allah mengampuni masa laluku).


Aktiviti yang demikian ini, terus aku jalani hingga aku duduk di semester enam. Meskipun demikian liarnya pergaulanku saat itu, orang tuaku tidak pernah mengetahuinya. Dan Alhamdulillah-nya, meskipun tidak terlalu baik, setiap kali ujian semester, aku selalu lulus. -mungkin- hal inilah, yang membuat orang tuaku tidak curiga dengan aktiviti saya.


Tapi memang di balik itu semua, terlihat keinginan mereka agar aku dapat  memperbaiki kostum pakaianku. Memang pada saat itu, baju yang ketat dengan bawahan seperti jeans, menjadi pakaian favoritku. Ditambah lagi dengan rambut yang terurai bebas.


Datangnya Hidayah ....


Senikmat apapun hidup di tengah kegelapan cahaya Allah, tetaplah itu semua kenikmatan palsu, yang tidak akan pernah mencapai kenikmatan hakiki yang mengarah kepada ketenangan jiwa, dan kesejukan hati.


Semakin hawa nafsu itu dituruti, sebenarnya  jiwa ini semakin haus, rindu akan siraman ketenangan. Namun, kerana hawa nafsu begitu dominan, yang terjadi hanyalah pengingkaran, pengingkaran jeritan hati. Sehingga, meskipun ia terluka, mulut masih boleh tetap tertawa dengan cerianya.


Begitu pula dengan diriku. Sebenarnya hatiku menjerit, mengakui kekeliruan jalan  yang aku pilih. Hingga terjadilah suatu peristiwa, yang cukup menggugah diriku, yang kemudian menjadi titik awal kembalinya saya ke fithrah Ilahiyah.


Hari itu (akhir dari tahun 1993), tersebutlah salah satu teman kosku yang baru saja menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan (PKL). Pada dasarnya, ia juga termasuk jenis orang yang kurang memperhatikan hijab, termasuk aurat (jilbab).


Tapi, kerana tempat PKL-nya di sekolah Muhammadiyah, maka ia pun "terpaksa" menggunakan hijab tersebut. Di tengah-tengah ia menyusun  pakaiannya, saya tertegun melihat jilbab yang sedang ia lipat.


Seketika itu saya memberanikan diri untuk memintanya, "Kak, jilbabnya saya ambil aja yah," ujarku kala itu. "Untuk apa?" timbalnya "Ya, mungkin suatu hari nanti aku akan memakainya. Sekaligus  buat kenang-kenangan. Akak kan sudah mau selesai kuliahnya," ujarku. Akhirnya jilbab itu ia berikan juga.


Setelah ia menyerahkan jilbab itu, saya langsung mencuba memakainya. "Wah kak cantik juga kalau pakai jilbab," ujar beberapa teman mengomentari perbuatanku. Ada rasa nyesss, tatkala aku bercermin dan melihat penampilanku berjilbab saat itu. Sepertinya setitis  embun telah membasahi hatiku. Rasanya sejuk sekali. Maka mulailah aku berfikir untuk menggunakan jilbab.


Meski demikian, masih terngiang dengan jelas di benakku, bagimana reaksi kedua orangtuaku nanti? Diam-diam aku pulang dengan penampilan baru, berjilbab. Tapi tetap saja, itu hanya bagian atas. Sebab, pakaian bawah, masih standard jahiliyah, menggunakan jeans.


"Nah, beginilah nak seharusnya seorang muslimah berbusana," puji orangtuaku dalam raut wajah cukup kaget dan linangan air mata. Mungkin kerana suka nya, mereka mengajakku memborong pakaiaan muslimah. Alhamdulillah, sejak saat itu, tekad ku menggunakan jilbab semakin kuat.


Terror dari Segala Penjuru ....


Namun, perjalanan ini rupanya tak semulus yang aku kira. Yang ada justeru jalan keras , lagi berbatuan. Akan tetapi, justru jalan yang demikian inilah, yang kemudian hari akan menghantarkan seseorang merasakan manisnya perjuangan, indahnya keimanan.


Setibanya di kampus aku diselimuti keraguan untuk menggunakan jilbab. Penyebabnya, tentusaja mempertimbangkan reaksi teman-temanku, yang sepertinya mereka fobia terhadap jilbab. Maka, untuk menghindari itu semua, aku pun 'kucing-kucingan' bersama mereka.


Kalau kuliah malam hari, saya mengenakan jilbab, kalau siang, akupun melucutinya seperti  bongkar-pasang. Perlakuan  ini berjalan hingga lima bulan. Tapi, lama-kelamaan, aku sendiri tidak kuat dengan permainan ini. Sebab itu, aku beranikan diri untuk berkata jujur kepada mereka, bahwa aku adalah  aku yang sudah dengan penampilan baru.


Apa yang saya khuatirkan sebelumnya benar-benar terjadi. Teman-temanku mencemooh dan mengkerdilkanku, "Apa kamu ingin menjadi pocong dengan pakai jilbab!". "Kalau kamu pakai jilbab, kamu tidak akan bebas.Kamu akan selalu terkekang," ujar yang lain. Semua itu, sangat mengiris-iris hatiku.


Tidak cukup dengan kata-kata  saja mereka berperilaku buruk (yang sebelumnya sangat-sangat akrab), mereka juga dengan beramai-ramai  menjauhiku. Seorang memboikot penampilanku, mereka hilang satu-persatu.


Jadilah aku "sebatang kara". Melihat kondisi kampus yang tidak kondusif ini, saya bermusyawarah dengan orangtua mengenai permasalahanku. Akhirnya diputuskan, berulang-alik  sebagai alternatifnya, sekalipun itu sangat jauh,  Malang-Sidoarjo.


Ternyata harapan untuk menggunakan hijab dengan mudah di rumah sendiri, tidak semudah membalik telapak tangan. Di sini pun aku dikucilkan oleh beberapa saudara.


"Perilaku masih liar  gitu kok pakai jilbab."


"Nanti saja makai jilbabnya. Kamu itu masih belum menikah. Nanti gak laku melihat penampilanmu yang aneh ini," ujar sebagian dari mereka.


Akan tetapi, sebesar apapun angin dan badai hinaan menghentam, aku telah bulatkan niat untuk tetap menggunakan jilbab. Agar pengetahuan agamaku semakin bertambah, maka, akupun membaca buku-buku agama, yang aku beli di kedai-kedai  buku.


Kerana membaca pengalaman betapa sukarnya berjalan di jalan yang diridhai Allah, setiap kali melaksanakan shalat, aku senantiasa berdo'a kepada-Nya.


"Ya Allah, sudilah kiranya Engkau memberikanku pendamping hidup yang mendukung apa yang aku yakini sebagai kebenaran ini," begitu doaku.


Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan do'a-do'a hambanya. Melalui perantara kedua orangtuaku, aku akhirnya dijodohkan dengan seorang aktivis dakwah yang sebelumnya tak pernah aku kenal.


Aku sangat bersyukur berdampingan dengannya. Selain ia sebagai figur suami yang baik, ia juga merupakan sosok pembimbing yang senantiasa mengarahkan ke pada jalan yang benar, yang diridhai oleh Allah. Yang sangat membahagiakanku, ia adalah seorang yang sangat mengerti agama dan seorang dai.




Saat ini, kami telah dianugerahi dua putera dan dua puteri. Selain sibuk mengurusi rumah tangga dan mendidik anak-anak, aku juga aktif di organisasi muslimah yang berada di bawah naungan salah satu harakah Islam.


"Ya Allah, kini akhirnya aku dapat merasakan lazatnya nikmat iman ini."


"Wahai para Muslimah, gunakanlah hijab sesuai dengan apa yang telah ditentukan oleh agama (Islam) yang indah dan mulia ini. Dengan hijab itu identiti kalian akan lebih jelas. Tanpanya, bukan hanya keimanan kita saja yang kurang nampak, namun, keislaman kitapun patut dipertanyakan."


[kisah ini diceritakan langsung oleh Ibu Fina kepada hidayatullah.com/Robin

sumber : zilzaal
(dengan alih-bahasa)