"Serangkap perkataan sudah cukup untuk mereka yang mahu mengambil iktibar, tetapi seribu perkataan tidak cukup bagi mereka yang keras hati"

(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)

Friday 1 March 2013

AKIBAT MENGAMBIL WANG TANPA IZIN....



Ada satu kisah yang sangat berharga , diceritakan seorang trainer Kubik Leadership yang bernama Jamil Azzaini di Pejabat  Bea dan Cukai Tipe A Bekasi sekitar akhir tahun 2005. Dalam berceramah agama, beliau menceritakan satu kisah dengan sangat menyayat hati  dan membuat air mata pendengar berurai. Berikut ini adalah kisahnya:

Pada akhir tahun 2003, isteri saya selama 11 malam tidak dapat  tidur. Saya sudah berusaha membantu agar isteri saya  tidur, dengan membelai, diusap-usap, masih susah tidur juga. Sungguh cubaan yang sangat berat. Akhirnya saya membawa isteri saya ke Rumah Sakit  Citra Insani yang kebetulan dekat dengan rumah saya. Sudah 3 hari diperiksa tapi doktor tidak menemukan penyakit isteri saya.

Kemudian saya pindahkan istri saya ke RS Azra, Bogor. Selama berada di RS Azra, isteri saya badannya panas dan selalu kehausan sehingga setiap malam minum 3 gelen air Aqua. Setelah dirawat 3 bulan di RS Azra, penyakit isteri saya belum juga diketahui penyakitnya.

Akhirnya saya putuskan untuk pindah ke RS Harapan Mereka di Jakarta dan langsung di rawat di ruang ICU. Satu malam berada di ruang ICU pada waktu itu bernilai  Rp 2.5 juta. Badan isteri saya –maaf- tidak memakai sehelai pakaian pun. Dengan ditutupi kain, badan isteri saya penuh dengan kabel yang disambungkan ke monitor untuk mengetahui keadaan isteri saya. Selama 3 minggu penyakit isteri saya belum dapat  di identifikasi, tidak diketahui penyakit apa sebenarnya.

Kemudian pada minggu ke-tiga, seorang doktor yang menangani isteri saya menemui saya dan bertanya, “Pak Jamil, kami minta izin kepada pak Jamil untuk menggantiubat isteri bapak.”

“Dok, kenapa hari ini doktor minta izin kepada saya, padahal setiap hari saya memang gonta-ganti mencari ubat untuk isteri saya, lalu kenapa hari ini doktor minta izin ?”

“Ini beda pak Jamil. Ubatnya lebih mahal dan ubat ini nantinya disuntikkan ke isteri bapak.”

“Berapa harganya dok?”

“Ubat untuk satu kali suntik 12 juta pak.”

“Satu hari berapa kali suntik dok?”

“Sehari 3 kali suntik.”

“Bererti sehari 36 juta dok?”

“Iya pak Jamil.”

“Dok, 36 juta bagi saya itu besar sedangkan tabungan saya sekarang hampir habis untuk menyembuhkan isteri saya. Tolong dok, periksa isteri saya sekali lagi. Tolong temukan penyakit isteri saya dok.”

“Pak Jamil, kami juga sudah berusaha namun kami belum menemukan penyakit isteri bapak. Kami sudah mendatangkan perlengkapan dari RS Cipto dan banyak laboratorium namun penyakit isteri bapak tidak ketahuan.”

“Tolong dok…., cuba doktor periksa sekali lagi. Doktor yang memeriksa dan saya akan berdoa kepada Rabb saya. Tolong dok dicari”

“Pak Jamil, janji ya kalau setelah pemeriksaan ini kami tidak juga menemukan penyakit isteri bapak, maka dengan terpaksa kami akan mengganti ubatnya.” Kemudian doktor memeriksa lagi.

“Iya dok.”

Setelah itu saya pergi ke mushola untuk shalat dhuha dua raka’at. Selesai shalat dhuha, saya berdoa dengan menengadahkan tangan memohon kepada Allah, -setelah memuji Allah dan bershalawat kepada Rasululloh,

“Ya Allah, ya Tuhanku….., gerangan maksiat apa yang aku lakukan. Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga engkau menguji aku dengan penyakit isteriku yang tak kunjung sembuh. Ya Allah, aku sudah lelah. Tunjukkanlah kepadaku ya Allah, gerangan energi negatif apakah yang aku lakukan sehingga isteriku sakit tak kunjung sembuh ? sembuhkanlah isteriku ya Allah. Bagimu amat mudah menyembuhkan penyakit isteriku semudah Engkau mengatur Milyaran planet di muka bumi ini ya Allah.”

Kemudian secara tiba-tiba ketika saya berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa yang pernah aku lakukan? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga aku diuji dengan penyakit isteriku tak kunjung sembuh?” saya teringat kejadian berpuluh-puluh tahun yang lalu, iaitu ketika saya mengambil uang ibu sebanyak Rp150,-.

Dulu, ketika kelas 6 SD, SPP saya menunggak 3 bulan. Pada waktu itu SPP bulanannya adalah Rp 25,-. Setiap pagi ketua  kelas memanggil dan menanyakan saya, “Jamil, bila  membayar SPP ? JaMil, bil  membayar SPP ? JaMil, bila  membayar SPP ?” Malu saya. Dan ketika waktu rehat saya pulang dari sekolah, saya menemukan ada uang Rp150,- di bawah bantal ibu saya. Saya mengambilnya. Rp75,- untuk membayar SPP dan Rp75,- saya gunakan untuk jajan.

Saya kemudian bertanya, kenapa ketika berdoa, “Ya Allah, gerangan maksiat apa? Gerangan energi negatif apa yang aku lakukan sehingga penyakit isteriku tak kunjung sembuh?” saya diingatkan dengan kejadian kelas 6 SD dulu ketika saya mengambil wang ibu. Padahal saya hampir tidak lagi mengingatnya ??. Maka saya berkesimpulan mungkin ini petunjuk dari Allah. Mungkin inilah yang menyebabkan isteri saya sakit tak kunjung sembuh dan tabungan saya hampir habis. Setelah itu saya menelefon ibu saya,

“Assalamu’alaikum Ma…”

“Wa’alaikumus salam Mil….” Jawab ibu saya.

“Bagaimana khabarnya Ma ?”

“Ibu baik-baik saja Mil.”

“Terus, bagaimana khabarnya anak-anak Ma ?”

“Mil, mama jauh-jauh dari Lampung ke Bogor untuk menjaga anak-anakmu. Sudah kamu tidak usah memikirkan anak-anakmu, kamu cukup memikirkan isterimu saja. Bagaimana khabar isterimu Mil, bagaimana khabar Ria nak ?” –dengan suara terbata-bata dan menahan sesenggukan isak tangisnya-.

“Belum sembuh Ma.”

“Yang
sabar ya Mil.”

Setelah lama berbincang sana-sini –dengan menyeka butiran air mata yang keluar-, saya bertanya, “Ma…, Mama masih ingat kejadian beberapa tahun yang lalu ?”

“Yang mana Mil ?”

“Kejadian ketika Mama kehilangan wang Rp150,- yang tersimpan di bawah bantal ?”

Kemudian di balik hujung telefon yang nun jauh di sana, Mama berteriak, (ini yang membuat bulu roma saya merinding setiap kali mengingatnya)
“Mil, sampai Mama meninggal, Mama tidak akan melupakannya.” (suara mama semakin pilu dan menyayat hati),

Gara-gara wang itu hilang, mama dicaci-maki di depan banyak orang. Gara-gara wang itu hilang mama dihina dan direndahkan di depan banyak orang. Pada waktu itu mama punya hutang dengan  orang kaya di kampung kita Mil. Wang itu sudah siap dan mama simpan di bawah bantal namun ketika mama pulang, wang itu sudah tidak ada. Mama memberanikan diri mendatangi orang kaya itu, dan memohon maaf kerana wang yang sudah mama siapkan hilang.

Mendengar alasan mama, orang itu merendahkan mama Mil. Orang itu mencaci-maki mama Mil. Orang itu menghina mama Mil, padahal di situ banyak orang. …rasanya Mil. Mamamu direndahkan di depan banyak orang padahal bapakmu pada waktu itu guru ngaji di kampung kita Mil tetapi mama dihinakan di depan banyak orang. SAKIT…. SAKIT… SAKIT rasanya.”

Dengan suara sedu sedan setelah membayangkan dan mendengar penderitaan dan sakit hati yang dialami mama pada waktu itu, saya bertanya, “Mama tahu siapa yang mengambil wang itu ?”

“Tidak tahu Mil…Mama tidak tahu.”

Maka dengan mengakui semua kesalahan, saya menjawab dengan suara serak,

“Ma, yang mengambil wang itu saya Ma….., maka melalui telfon ini saya memohon keikhlasan Mama. Ma, tolong maafkan Jamil Ma…., Jamil berjanji nanti kalau bertemu dengan  Mama, Jamil akan sungkem dengan mama. Maafkan saya Ma, maafkan saya….”

Kembali terdengar suara jeritan dari hujung telefon sana,

“Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim….. Astaghfirullahal ‘Azhim…..Ya Allah ya Tuhanku, aku maafkan orang yang mengambil wangku kerana ia adalah puteraku. Maafkanlah dia ya Allah, ridhailah dia ya Rahman, ampunilah dia ya Allah.”

“Ma, benar mama sudah memaafkan saya ?”

“Mil, bukan kamu yang harus meminta maaf. Mama yang seharusnya minta maaf sama kamu Mil kerana terlalu lama mama memendam dendam ini. Mama tidak tahu kalau yang mengambil wang itu adalah kamu Mil.”

“Ma, tolong maafkan saya Ma. Maafkan saya Ma?”

“Mil, sudah lupakan semuanya. Semua kesalahanmu telah saya maafkan, termasuk mengambil wang itu.”

“Ma, tolong iringi dengan doa untuk isteri saya Ma agar cepat sembuh.”

“Ya Allah, ya Tuhanku….pada hari ini aku telah memaafkan kesalahan orang yang mengambil wangku kerana ia adalah puteraku. Dan juga semua kesalahan-kesalahannya yang lain. Ya Allah, sembuhkanlah penyakit menantu dan isteri puteraku ya Allah.”

Setelah itu, saya tutup telefon dengan mengucapkan terima kasih kepada mama. Dan itu selesai pada pukul 10.00 wib, dan pada pukul 11.45 wib seorang doktor mendatangi saya sambil  berkata,
“Selamat pak Jamil. Penyakit isteri bapak sudah diketahui.”

“Apa dok?”

“Infeksi prankreas.”

Saya terus memeluk doktor tersebut dengan berlinang air mata kebahagiaan, “Terima kasih doktor, terima kasih doktor. Terima kasih, terima kasih dok.”

Selesai memeluk, doktor itu berkata, “Pak Jamil, kalau boleh jujur, sebenarnya pemeriksaan yang kami lakukan sama dengan sebelumnya. Namun pada hari ini terjadi keajaiban, isteri bapak terkena infeksi prankreas. Dan kami meminta izin kepada pak Jamil untuk membedah  cesar isteri bapak terlebih dahulu mengeluarkan janin yang sudah berusia 8 bulan. Setelah itu baru kita bedah  agar lebih mudah.”

Setelah selesai, dan saya pastikan isteri dan anak saya selamat, saya kembali ke Bogor untuk sungkem kepada mama bersimpuh meminta maaf kepadanya, “Terima kasih Ma…., terima kasih Ma.”

Namun…., itulah hebatnya seorang ibu. Saya yang bersalah namun justru mama yang meminta maaf. “Bukan kamu yang harus meminta maaf Mil, Mama yang seharusnya minta maaf.”

Sahabat Hikmah…

Maha benar sabda Rasulullaah shalallaahu ’alaihi wa sallam :
“Ridho Allah tergantung kepada keridhoan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim)

“Ada tiga orang yang tidak ditolak doa mereka:
orang yang berpuasa sampai dia berbuka,
seorang penguasa yang adil,
dan doa orang yang teraniaya.
Doa mereka diangkat Allah ke atas awan dan dibukakan baginya pintu langit dan Allah bertitah, ‘Demi keperkasaan-Ku, Aku akan memenangkanmu (menolongmu) meskipun tidak segera.” (HR. Attirmidzi)

Kita dapat mengambil HIKMAH bahwa:

Bila kita seorang anak:
* Janganlah sekali-kali membuat marah orang tua, kerana murka mereka akan membuat murka Allah subhanau wa ta’ala. Dan bila kita ingin selalu diridloi-Nya maka buatlah selalu orang tua kita ridlo kepada kita.
* Jangan sampai kita berbuat zalim atau aniaya kepada orang lain, apalagi kepada kedua orang tua, kerana doa orang teraniaya itu terkabul.

Bila kita sebagai orang tua:
* Berhati-hatilah pada waktu marah kepada anak, kerana kemarahan kita dan ucapan kita akan dikabulkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala, dan kadang penyesalan adalah hujungnya.
* Doa orang tua adalah makbul, bila kita marah kepada anak, berdoalah untuk kebaikan anak-anak kita, maafkanlah mereka.

Semoga bermanfaat dan dapat  mengambil HIKMAH..

Wassalam

Diambil dari Mutiara Hikmah

Best Regards,

F Festivalia

adaptasi dari: zilzaal

http://lazdai.org

No comments:

Post a Comment