"Serangkap perkataan sudah cukup untuk mereka yang mahu mengambil iktibar, tetapi seribu perkataan tidak cukup bagi mereka yang keras hati"
(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)
(UNTUK KESAN BACKGROUND MUSIC TERBAIK, SILA SET KAN VOLUME 20-25 SAHAJA, TQ)
Wednesday, 16 January 2013
IBU YANG SEKUAT SERIBU LELAKI....
Di sebuah masjid di perkampungan Mesir, suatu petang.
Seorang guru mengaji sedang mengajar murid-muridnya membaca Al-Qur’an. Mereka duduk melingkar dan berkelompok.
Tiba-tiba, masuk seorang anak kecil yang ingin bergabung di lingkaran mereka. Usianya kira-kira 9 tahun. Sebelum menempatkannya di kelompok, si guru ingin tahu kemampuannya. Dengan senyumnya yang lembut, ia bertanya pada anak yang baru masuk itu, “Adakah surah yang kamu hafal dalam Al-Qur’an?” “Ya”, jawab anak itu singkat.
“Kalau begitu, cuba bacakan salah satu surah dari Juz ‘Amma?” pinta siguru.
Anak itu lalu membacakan beberapa surah, fasih dan benar. Merasa anak tersebut punya kelebihan, guru itu bertanya lagi, “Apakah kamu juga hafal surat Tabaraka (Al-Mulk)?” “Ya”, jawabnya lagi, dan segera membacanya. Baik dan lancar. Guru itu pun kagum dengan kemampuan hafalan si anak, meski usianya terlihat lebih muda berbanding murid-muridnya yang ada.
Dia pun cuba bertanya lebih jauh, “Kamu hafal surat An-Nahl?” Ternyata anak itu pun menghafalnya dengan sangat lancar, sehingga kekagumannya semakin bertambah. Lalu dia pun mengujinya dengan surat-surat yang lebih panjang, “Apa kamu hafal surat Al-Baqarah?” anak itu kembali mengiyakan dan langsung membacanya tanpa sedikit pun kesalahan. Semakin kagum , dan ia ingin menutup rasa kagum itu dengan pertanyaan terakhir, “Anakku, apakah kamu hapal Al-Qur’an?” “Ya”, tuturnya bersahaja.
Mendengar jawaban itu, terus ia mengucap, “Subhanallah wa masyaallah, tabarakkallah.“
Di saat menjelang maghrib sebelum guru tersebut membubarkan anak-anak mengajinya, secara khusus ia berpesan kepada murid barunya, “Besok, kalau kamu datang kembali ke masjid ini, tolong ajak juga orang tuamu. Aku ingin berkenalan dengannya.”
Esok harinya, anak itu kembali datang ke masjid. Kali ini ia bersama ayahnya, seperti pesan si guru ngaji kepadanya. Melihat ayah dari anak tersebut, si guru bertambah rasa ingin tahu kerana sosoknya yang sama sekali tidak memberi kesan alim, terhormat dan pandai.
Belum sempat dia bertanya, ayah si anak sudah menyapa kehairanannya terlebih dahulu, “Aku tahu, mungkin ustazah tidak percaya bahwa aku ini adalah ayah anak ini. Tapi rasa hairan ustazah akan aku jawab, bahwa di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki. Aku katakan pada puan bahwa di rumah, aku masih punya tiga anak lagi yang semuanya hafal Al-Qur’an. Anak perempuanku yang terkecil berusia 4 tahun, dan sekarang sudah hafal juz ‘Amma.”
“Bagaimana ibunya mampu melakukan itu?” tanya si guru tanpa dapat menyembunyikan kekagumannya.
“Ibu mereka, ketika anak-anak itu sudah mulai pandai bercakap , ia mulai pula membimbingnya menghafal Al-Qur’an, dan selalu memotivasi mereka melakukan itu. Tak pernah berhenti, dan tak pernah bosan. Dia selalu katakan pada mereka, “Siapa yang hafal lebih dulu, dialah yang menentukan menu makan malam kita malam ini,” “Siapa yang paling cepat mengulangi hafalannya, dialah yang berhak memilih kemana kita berjalan minggu depan,” dan “Siapa yang paling dulu mengkhatamkan hafalannya, dialah yang menentukan kemana kita jalan-jalan pada percutian nanti.”
Itulah yang selalu dilakukan ibunya, sehingga terciptalah semangat bersaing dan berlumba di antara mereka untuk memperbanyak dan mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an mereka,” jelas si ayah memuji isterinya.
Sebuah keluarga biasa, yang melahirkan anak-anak yang luar biasa, kerana energi seorang ibu yang luar biasa.
Setiap kita, dan semua orang tua tentu bercita-cita anak-anaknya menjadi generasi yang shalih, cerdas dan membanggakan. Tetapi, tentu saja hal itu tidaklah mudah. Apalagi membentuk anak-anak itu mencintai dan menghafal Al-Qur’an. Perlukan perjuangan. Perlu kekuatan. Mesti tekun dan bersabar melawan rasa letih dan susah, tanpa kenal batas. Maka wajar jika si ayah mengatakan, “Di belakang anak ini ada seorang ibu yang kekuatannya sama dengan seribu laki-laki.”
Ya, perempuan yang telah melahirkan anak itu memang begitu kuat dan perkasa. Sebab membuat permulaan yang baik untuk kehidupan anak-anak, sekali lagi tidak mudah. Hanya orang-orang yang punya kemauan dan motivasi yang mampu melakukannya. Dan tentu saja modal pertamanya adalah keshalihan diri. Tidak ada yang lain.
sumber: zilzaal
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment